TEMPO.CO, Jakarta – Langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghapus kebijakan biaya gratis untuk Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB dipandang tepat bila disertai sejumlah kompensasi. Pengamat perpajakan, Yustinus Prastowo, mengatakan kompensasi wajib disiapkan pemerintah untuk masyarakat kelas tertentu, terlebih masyarakat dengan ekonomi bawah.
Baca : Anies Revisi Pergub PBB, Ini Contoh Kawasan yang Naik Sekitar 10 Persen
“Kalau kebijakan tersebut dicabut, harus disiapkan skema yang lain yang menunjukkan keberpihakan pemerintah pada masyarakat kurang mampu atau menengah ke bawah,” ujar Yustinus saat dihubungi Tempo pada Selasa, 23 April 2019.
Kompensasi yang dia maksud misalkan kenaikan subsidi, penambahan pelayanan-pelayanan publik gratis, serta perbaikan infrastruktur yang menunjang kegiatan masyarakat. Menurut Yustinus, kompensasi ini berguna untuk memastikan daya beli masyarakat tak tergerus oleh kebijakan anyar yang ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Selain kompensasi, Yustinus menyarankan pemerintahan Anies menghitung dengan seksama biaya PBB yang akan dibebankan untuk masyarakat di kota megapolitan. Menurut dia, harga yang dipatok harus “reasonable” dan obyektif, sesuai dengan kajian yang telah dilakukan.
Seperti diberitakan, peraturan anyar mengenai PBB ini diterbitkan Anies untuk merevisi Peraturan Gubernur Nomor 259 Tahun 2015 soal Pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan. Dalam beleid itu semula diatur, lahan atau gedung dengan nilai jual objek pajak di bawah Rp 1 miliar akan gratis pembayaran PBB. Kini, dalam aturan terbaru, yakni Pergub Nomor 38 Tahun 2019, penggratisan itu hanya berlaku sampai 31 Desember 2019
Itu berarti, mulai 2020, pemilik bangunan seperti rumah, rusunami, dan rusunawa dengan NJOP di bawah Rp 1 miliar wajib membayar PBB. Adapun Anies mengesahkan Pergub baru itu pada 15 April 2019.
Menurut Yustinus, kendati dapat membebani masyarakat, peraturan itu akan berdampak baik pada pendapatan asli daerah melalui pajak. Yustinus mengungkapkan, selama ini PBB masih menjadi pendapatan terbesar, sama halnya seperti pajak kendaraan bermotor. “Pajak PBB ini menyumbang cukup tinggi,” ucap dia.
Menurut data target dan realisasi penerimaan pajak daerah DKI Jakarta selama 3 tahun terakhir, pajak daerah menyumbangkan pendapatan sebesar 80 persen lebih. Pada 2016, pajak menyumbang pendapatan 81 persen. Sedangkan pada 2017, pajak menyumbang pendapatan sebesar 84,82 persen dan pada 2019 sebesar 85 persen.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | M JULNIS FIRMANSYAH